Dear Bunda,
Cerita ini melanjutkan kisah tentang aku dan buku. Masuk SMP aku akhirnya mengenal perpustakaan. Perpustakaan secara formal. Namun perpustakaan di SMP negeri di daerah (meski cuma 2 jam dari ibukota negara) tentunya tak terlalu bisa banyak diharapkan. Sebagian besar koleksi perpustakaan adalah buku-buku pelajaran yang hambar. Memang ada beberapa novel-novel klasik. Jika tak salah di SMP inilah aku mulai membaca novel-novel klasik Indonesia. Yang paling aku ingat adalah Siti Nurbaya dan Salah Asuhan. Bahkan aku masih cukup ingat sebagian kecil cerita Salah Asuhan. Aku juga ingat ada suatu masa ketika perpustakaan mendapat banyak koleksi buku-buku baru. Salah satu buku yang masih cukup membekas dalam ingat hingga kini adalah kisah-kisah teladan Islam. Aku lupa judul tepatnya. Bukunya berukuran kecil, pocket size. Ada 30 jilid. Kisah teladannya disampaikan dengan cara yang cukup humoris.
Salah satu cerita yang masih aku ingat, kurang lebih ceritanya seperti ini, pada suatu masa seorang ulama datang ke sebuah daerah yang meski penduduknya yang belum beragama. Penduduk di sana sedang mengeluhkan banyaknya pencurian di kampung mereka. Lalu penduduk meminta nasehat agamis pada ulama dalam menangani masalah ini. Penduduk sana sangat percaya mantra dan hal-hal gaib. Penduduk tersebut berjanji jika masalah pencurian ini berhasil diatasi mereka akan memeluk Islam. Akhirnya dengan cerdas, ulama memberikan ajaran mantra panjang yang harus diucapkan sambil berteriak-teriak dari jam 10 malam hingga jam 4 pagi sambil mengelilingi rumah selama 30 hari. Karena sebagian besar penduduk ini sudah terlalu terbodohi dengan klenik, mereka percaya begitu saja. Tentu saja akhirnya 30 hari ke depan pencurian yang sebelumnya banyak terjadi langsung hilang seketika. Karena sebenarnya penduduk melakukan ronda sambil berteriak-teriak tanpa mereka sadari. Sang ulama pun tak bermaksud untuk mempermainkan penduduk. Ulama itu pun akhirnya menyampaikan apa maksudnya. Bahwa segala sesuatu itu harus ada ikhtiarnya. Termasuk dalam menangani masalah pencurian tersebut. Para penduduk pun insyaf dan sebagian besar memeluk Islam.
Balik lagi ke cerita SMP. Di SMP, anak kelas satu bisa mengikuti kegiatan di luar kelas seperti pramuka, PMR, OSIS, menjaga perpustakaan dan menjaga koperasi. Anak kelas satu biasanya harus memilih antara menjadi petugas perpustakaan versus petugas koperasi. Aku memilih menjadi petugas koperasi ,selain menjadi pramuka juga. Saat kita menjaga perpus atau koperasi kita akan mendapat jadwal tugas satu kali dalam satu minggu. Berhubung anak kelas satu masuk siang dari jam 1 sampai jam 5, kami akan menjaga perpus atau koperasi di pagi hari dari jam 7 hingga jam 12 siang. Petugas koperasi tugasnya menjaga koperasi sekolah. Koperasi sekolah menjual beberapa kebutuhan sekolah seperti buku, alat tulis dan makanan minuman ringan. Dalam setiap tugas jaganya kami harus melaporkan hasil penjualan selama kami berjaga. Di sisi lain, petugas perpustakaan tugasnya menjaga perpus. Melayani peminjaman buku dari para siswa-siswa lainnya. Aku lebih memilih menjadi petugas koperasi karena dari dulu aku suka nyemil. Namun justru aku cukup rajin ke perpustakaan juga. Saat tidak menjaga koperasi, aku suka datang lebih awal dari jam sekolah siang, untuk nongkrong sebentar di perpustakaan. Saking seringnya aku nongkrong pada akhirnya aku mendapat piagam siswa gemar membaca. Sebab di perpustakaan ada semacam guest book, di mana kita mengisi nama kita bila datang ke perpustakaan. Secara statistik kebetulan aku paling banyak mengisi guest book. Padahal sebenarnya ke perpustakaan pun aku tak selalu baca. Kebanyakan malah nongkrong atau mengerjakan tugas. Tapi maksud dari piagam tersebut sebenarnya memotivasi siswa-siswa lain untuk lebih rajin datang ke perpus juga. Aku sudah lupa masalah piagam tersebut hingga pada suatu hari bunda menemukannya di koper dokumen aku.
Sementara cerita sampai di sini, Insya Allah nanti aku lanjut lagi. Oh ya aku selesai baca The Vow barusan.
PS: I love you
No comments:
Post a Comment