Pages

Wednesday, October 10, 2012

Dear wifey - Live in harmony

Dear Bunda,

Ada satu firman Allah yang selalu aku ingat yaitu mengenai alasan Allah menjadikan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa tak lain untuk tujuan saling mengenal. Multikulturalisme dan keragaman fisiologis manusia itu terkadang aku membuat heran. Bagaimana mungkin semua manusia yang satu nenek moyang Nabi Adam (setidaknya yang diyakini oleh penganut agama samawi) bisa berkembang dengan demikian berbeda-bedanya. Beda fisik, beda ras, beda bahasa, beda budaya, beda kebiasaan dan beda-beda yang lain.

Keragaman menjadi semakin terasa saat kita menjadi minoritas. Beberapa hari ini di Singapura sedang heboh berita tentang statement rasist di sosial media yang dikeluarkan oleh seorang asisten direktur sebuah badan yang punya afiliasi dengan pemerintah. Tak pelak kelalaian tersebut langsung ditanggapi dengan sangat keras berupa pemecatan. Pemecatan yang berbuah dari sebuah posting facebook. Bahkan perdana menteri Singapura pun sampai mengeluarkan pernyataan juga. Kurang lebih, sekarang di sini banyak orang yang mendengungkan mengenai no tolerance for any statement that bother life harmony.

Life in harmony adalah sebuah eksklusifitas yang dengan beruntung bisa kita dapat. Berbeda dengan beberapa saudara kita yang menyedihkannya hidup di negara Islam yang tengah konflik. Sebut saja Palestina, Libya atau Irak. Tadi pagi bahkan di BBC memuat artikel tentang seorang gadis muslim pakistan yang ditembak di kepala oleh taliban hanya karena menyuarakan pentingnya pendidikan bagi wanita. Ia baru berusia 14 tahun. Tentu saja pelakunya pasti adalah oknum yang biadab. Demikian juga dengan banyak konflik di negara Islam lain pun bukan tak mungkin adalah buah propaganda dari orang-orang yang tidak suka Islam dengan memanfaatkan oknum pemimpin Islam rakus yang haus kekuasaan.

Inti yang sebenarnya ingin aku angkat di sini adalah bagaimana kita yang minoritas sebagai muslim bisa membangun keunggulan terhadap mayoritas non muslim. Topik yang agak berat mungkin untuk sebuah email cinta. Keunggulan di sini bukan harus dalam artian menguasai dunia. Tapi bisa unggul misalnya dalam kekayaan ilmu dan unggul dalam memelihara sikap dan perilaku yang baik. Setiap manusia itu adalah agen dari setiap atribut yang ia bawa. Jika ia muslim maka ia adalah agen Islam. Jangan sampai karena perilaku yang tidak baik orang akan sekejap mencap muslim dengan tidak baik juga. Misalnya, aku masih suka heran dengan Indonesia. Mayoritas muslim tapi perokoknya banyak. Mayoritas muslim tapi sendal saja bisa hilang di mesjid. Aku juga tak mau muslim dicap tidak disiplin, padahal sudah dilatih disiplin 5 kali sehari.

Dari semua hal kurang baik yang cukup besar tersebut ada satu langkah yang bisa kita lakukan. Kita sebaik mungkin menjadi agen Islam yang positif. Apalagi sekarang kita ada di posisi yang strategis sebagai minoritas. Kita harus selalu berusaha untuk membawa pesan positif dari atribut yang kita bawa. Kita harus terbiasa membuat orang lain melihat orang Islam itu disiplin, pekerja keras, cerdas, toleran, berpikiran terbuka namun tetap berpegang pada prinsip dasar. Jika sudah melakukan hal tersebut secara minor saja maka kita sudah bertransformasi dari sekedar penganut namun juga bisa sedikit berdakwah. Setidaknya dalam tataran mencontohkan perilaku. Aku sadar aku masih jauh dari relijius. Namun aku selalu sadar pentingnya Islam dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Di akhir email ini aku tutup dengan sebuah cerita. Di London ada seorang imigran muslim yang menjadi supir bus. Di satu hari setelah seorang penumpang rutin membayar ongkosnya. Si penumpang naik dari satu halte dan turun di halte dekat sebuah mesjid setiap harinya dan selalu bertemu supir bis yang sama. Si penumpang ini adalah pria tua Inggris tulen. Namun di hari itu si supir muslim ini kurang membeli kembalian 10 sen. Ia baru sadar setelah si penumpang itu duduk di bangku belakang. Dalam hati si supir ini berkecamuk. Haruskah aku kembalikan uang 10 sen ini? Ataukah biar saja toh hanya 10 sen si penumpang itu pun belum tentu sadar. Lagi pula si penumpang itu adalah orang kafir. Akhirnya dia bulatkan tekad untuk tak mengembalikan uang 10 sen tersebut. Tak lama bus mendekati halte tempat si pria Inggris itu biasa turun. Si pria Inggris itu bersiap turun. Bus berhenti dan pintu bus terbuka. Tiba-tiba si supir bus itu memanggil si pria Inggris. "Tuan, anda masih punya sisa kembalian di saya." Ucap si supir bus sambil memberikan 10 sen. Ternyata di detik terakhir si supir bus berubah pikiran. Meski si kafir itu tak tahu tapi Allah pasti tahu. Akhirnya ia berubah pikiran untuk mengembalikam 10 sen tersebut.

"Bagus." Ujar si pria Inggris. "Saya menguji anda. Sejak beberapa minggu ini saya tertarik dengan Islam. Saya mendapat informasi bahwa di daerah ini anda adalah salah satu muslim yang sangat taat. Saya sengaja memberikan ongkos lebih untuk tahu bagaimana nilai-nilai Islam yang anda anut. Anda telah meyakinkan saya untuk masuk Islam". Seketika si supir bus merasa hampa sambil beristighfar bahwa ia sempat hampir membuat persepsi buruk.

Dear bunda, semoga sedikit celoteh dalam email ini dapat menggantikan beberapa email yang absen kemarin.

PS: I love you

No comments:

Post a Comment