Pages

Sunday, January 20, 2013

Dear wifey - Mesjid Nurul Jannah

Dear Bunda,

Di Jonggol, di mesjid Nurul Jannah kampung Jeprah tempat biasa aku shalat Jumat, hanya memiliki 3 khatib. Ups setelah setahun di sini aku sampai lupa nama-nama mereka. Yang pertama itu adalah imam mesjid kami. Kedua adalah menantunya bapak Ali something, orang Jawa, sepertinya santri. Dan yang ketiga bapak Dudung, kalau tidak salah beliau guru. Diantara 3 khatib ini hanya Pak Ali yang khutbah menggunakan bahasa Indonesia. Sementara 2 lainnya pasti khutbah menggunakan bahasa sunda. Dan secara total nampaknya mereka punya tak lebih dari 3 atau 4 khutbah dalam repository bank khutbah mereka. Sehingga dalam selang beberapa minggu khutbahnya pasti berulang dengan khutbah yang tumplek plek persis sama. Sampai aku cukup hafal hingga ke kata-katanya. Harus disadari memang regenerasi ulama bukan hal yang mudah. Nampaknya tak banyak juga para pemuda kampung Jeprah yang tertarik meneruskan tongkat estafet dakwah di kampung kami.

Saat masih di Jonggol dari SMP hingga kuliah, tanpa bermaksud ria :p, jika sedang rajin, setiap maghrib dan shubuh pasti aku ke mesjid. Saat maghrib masjid biasa lumayan ramai. Puncak keramaian seperti biasa adalah di awal bulan ramadhan kemudian surut mendekati lebaran. Shalat subuh adalah ironi. Terkadang orang yang memukul beduk, orang yang adzan, orang yang qamat dan yang menjadi imam adalah si bapak mualim tadi seorang. Ada kalanya kalau aku datang cukup cepat, setelah si bapak mualim memukul beduk, maka aku akan adzan dan qamat.

Terkadang aku dari dulu sering berpikir untuk bisa menjadi dai :p. Apalagi berdakwah itu adalah kewajiban setiap orang. Tentunya harus disertai dengan ilmu yang cukup juga. Tak tahu kenapa siang ini aku tiba-tiba teringat ke sebuah mesjid di kampung jeprah. Tempat aku sering shalat sejak SD hingga sebelum berangkat ke Singapura ini.

PS: I love you

No comments:

Post a Comment